Rabu, 21 April 2010

selamat datang

Selasa, 20 April 2010

Badak jawa


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Badak jawa
Pemburu Eropa dengan badak Jawa yang
terbunuh tahun 1895


Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Ordo: Perissodactyla
Famili: Rhinocerotidae
Genus: Rhinoceros
Spesies: R. sondaicus
Nama binomial
Rhinoceros sondaicus
Desmarest, 1822[2]
Persebaran badak Jawa[3]

Subspesies

  1. Rhinoceros sondaicus annamiticus
  2. Rhinoceros sondaicus inermis (punah)
  3. Rhinoceros sondaicus sondaicus
Badak jawa atau Badak bercula-satu kecil (Rhinoceros sondaicus) adalah anggota
famili Rhinocerotidae dan satu dari lima badak yang masih ada. Badak ini masuk ke
genus yang sama dengan badak india dan memiliki kulit bermosaik yang menyerupai
baju baja. Badak ini memiliki panjang 3,1–3,2 m dan tinggi 1,4–1,7 m. Badak ini lebih
kecil daripada badak india dan lebih dekat dalam besar tubuh dengan badak hitam.
Ukuran culanya biasanya lebih sedikit daripada 20 cm, lebih kecil daripada cula spesies
badak lainnya.
Badak ini pernah menjadi salah satu badak di Asia yang paling banyak menyebar. Meski
disebut "badak jawa", binatang ini tidak terbatas hidup di Pulau Jawa saja, tapi di seluruh
Nusantara, sepanjang Asia Tenggara dan di India serta Tiongkok. Spesies ini kini
statusnya sangat kritis, dengan hanya sedikit populasi yang ditemukan di alam bebas, dan
tidak ada di kebun binatang. Badak ini kemungkinan adalah mamalia terlangka di bumi.[4]
Populasi 40-50 badak hidup di Taman Nasional Ujung Kulon di pulau Jawa, Indonesia.
Populasi badak Jawa di alam bebas lainnya berada di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam
dengan perkiraan populasi tidak lebih dari delapan pada tahun 2007. Berkurangnya
populasi badak jawa diakibatkan oleh perburuan untuk diambil culanya, yang sangat
berharga pada pengobatan tradisional Tiongkok, dengan harga sebesar $30.000 per
kilogram di pasar gelap.[4] Berkurangnya populasi badak ini juga disebabkan oleh
kehilangan habitat, yang terutama diakibatkan oleh perang, seperti perang Vietnam di
Asia Tenggara juga menyebabkan berkurangnya populasi badak Jawa dan menghalangi
pemulihan.[5] Tempat yang tersisa hanya berada di dua daerah yang dilindungi, tetapi
badak jawa masih berada pada risiko diburu, peka terhadap penyakit dan menciutnya
keragaman genetik menyebabkannya terganggu dalam berkembangbiak. WWF Indonesia
mengusahakan untuk mengembangkan kedua bagi badak jawa karena jika terjadi
serangan penyakit atau bencana alam seperti tsunami, letusan gunung berapi Krakatau
dan gempa bumi, populasi badak jawa akan langsung punah.[6] Selain itu, karena invasi
langkap (arenga) dan kompetisi dengan banteng untuk ruang dan sumber, maka
populasinya semakin terdesak.[6] Kawasan yang diidentifikasikan aman dan relatif dekat
adalah Taman Nasional Halimun di Gunung Salak, Jawa Barat yang pernah menjadi
habitat badak Jawa.[6]
Badak jawa dapat hidup selama 30-45 tahun di alam bebas. Badak ini hidup di hutan
hujan dataran rendah, padang rumput basah dan daerah daratan banjir besar. Badak jawa
kebanyakan bersifat tenang, kecuali untuk masa kenal-mengenal dan membesarkan anak,
walaupun suatu kelompok terkadang dapat berkumpul di dekat kubangan dan tempat
mendapatkan mineral. Badak dewasa tidak memiliki hewan pemangsa sebagai musuh.
Badak jawa biasanya menghindari manusia, tetapi akan menyerang manusia jika merasa
diganggu. Peneliti dan pelindung alam jarang meneliti binatang itu secara langsung
karena kelangkaan mereka dan adanya bahaya mengganggu sebuah spesies terancam.
Peneliti menggunakan kamera dan sampel kotoran untuk mengukur kesehatan dan
tingkah laku mereka. Badak Jawa lebih sedikit dipelajari daripada spesies badak lainnya.
Taksonomi dan penamaan
Penelitian pertama badak jawa dilakukan oleh penyelidik alam dari luar daerah tersebut
pada tahun 1787, ketika dua binatang ditembak di Jawa. Tulang badak Jawa dikirim pada
penyelidik alam Belanda Petrus Camper, yang meninggal tahun 1789 sebelum sempat
menerbitkan penemuannya bahwa badak Jawa adalah spesies istimewa. Badak Jawa
lainnya ditembak di Pulau Sumatra oleh Alfred Duvaucel yang mengirim spesimennya ke
ayah tirinya, Georges Cuvier, ilmuwan Perancis yang terkenal. Cuvier menyadari
binatang ini sebagai spesies istimewa tahun 1822, dan pada tahun yang sama
diidentifikasi oleh Anselme Gaƫtan Desmarest sebagai Rhinoceros sondaicus. Spesies ini
adalah spesies badak terakhir yang diidentifikasi.[7] Desmarest pada awalnya
mengidentifikasi badak ini berasal dari Jawa, tetapi nantinya mengubahnya dan
mengatakan spesimennya berasal dari pulau Jawa.[2]
Nama genusnya Rhinoceros, yang didalamnya juga terdapat badak India, berasal dari
bahasa Yunani: rhino berarti hidung, dan ceros berarti tanduk; sondaicus berasal dari
kata Sunda, daerah yang meliputi pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan dan kepulauan kecil
disekitarnya. Badak Jawa juga disebut badak bercula-satu kecil (sebagai perbedaan
dengan badak bercula-satu besar, nama lain badak India).
Terdapat tiga subspesies, yang hanya dua subspesies yang masih ada, sementara satu
subspesies telah punah:
  • · Rhinoceros sondaicus sondaicus, tipe subspesies yang diketahui sebagai badak
Jawa Indonesia' yang pernah hidup di Pulau Jawa dan Sumatra. Kini populasinya
hanya sekitar 40-50 di Taman Nasional Ujung Kulon yang terletak di ujung barat
Pulau Jawa. Satu peneliti mengusulkan bahwa badak jawa di Sumatra masuk ke
dalam subspesies yang berbeda, R.s. floweri, tetapi hal ini tidak diterima secara
luas.[8][9]
  • · Rhinoceros sondaicus annamiticus, diketahui sebagai Badak Jawa Vietnam
atau Badak vietnam, yang pernah hidup di sepanjang Vietnam, Kamboja, Laos,
Thailand dan Malaysia. Annamiticus berasal dari deretan pegunungan Annam di
Asia Tenggara, bagian dari tempat hidup spesies ini. Kini populasinya
diperkirakan lebih sedikit dari 12, hidup di hutan daratan rendah di Taman
Nasional Cat Tien, Vietnam. Analisa genetika memberi kesan bahwa dua
subspesies yang masih ada memiliki leluhur yang sama antara 300.000 dan 2 juta
tahun yang lalu.[9][10]
  • · Rhinoceros sondaicus inermis, diketahui sebagai Badak jawa india, pernah
hidup di Benggala sampai Burma (Myanmar), tetapi dianggap punah pada
dasawarsa awal tahun 1900-an. Inermis berarti tanpa cula, karena karakteristik
badak ini adalah cula kecil pada badak jantan, dan tak ada cula pada betina.
Spesimen spesies ini adalah betina yang tidak memiliki cula. Situasi politik di
Burma mencegah taksiran spesies ini di negara itu, tetapi keselamatannya
dianggap tak dapat dipercaya.[11][12][13]

Evolusi
Badak India berhubungan dekat dengan badak Jawa; mereka adalah dua anggota tipe
genus badak.
Leluhur badak pertama kali terbagi dari Perissodactyl lainnya pada masa Eosen awal.
Perbandingan DNA mitokondria memberikan kesan bahwa leluhur badak modern terbagi
dari leluhur Equidae sekitar 50 juta tahun yang lalu.[14] Famili yang masih ada,
Rhinocerotidae, pertama kali muncul pada Eosen akhir di Eurasia, dan leluhur spesies
badak modern terbagi dari Asia pada awal Miosen.[15]
Badak jawa dan badak india adalah satu-satunya anggota genus Rhinoceros yang pertama
kali muncul pada rekaman fosil di Asia sekitar 1,6 juta-3,3 juta tahun yang lalu. Perkiraan
molekul memberikan kesan bahwa spesies telah terbagi lebih awal, sekitar 11,7 juta tahun
yang lalu.[16][14] Walaupun masuk ke dalam tipe genus, badak Jawa dan India dipercaya
tidak berhubungan dekat dengan spesies badak lainnya. Penelitian berbeda telah
mengeluarkan hipotesis bahwa mereka mungkin berhubungan dekat dengan
Gaindetherium atau Punjabitherium yang telah punah. Analisis klad Rhinocerotidae
meletakkan Rhinoceros dan Punjabitherium yang telah punah pada klad dengan
Dicerorhinus, badak Sumatra. Penelitian lain mengusulkan bahwa badak Sumatra lebih
berhubungan dekat dengan dua spesies badak di Afrika.[17] Badak Sumatra dapat terbagi
dari badak Asia lainnya 15 juta tahun yang lalu.[15][4]
Deskripsi
Badak jawa lebih kecil daripada sepupunya, badak india, dan memiliki besar tubuh yang
dekat dengan badak hitam. Panjang tubuh badak Jawa (termasuk kepalanya) dapat lebih
dari 3,1–3,2 m dan mencapai tinggi 1,4–1,7 m. Badak dewasa dilaporkan memiliki massa
antara 900 dan 2.300 kilogram. Penelitian untuk mengumpulkan pengukuran akurat
badak Jawa tidak pernah dilakukan dan bukan prioritas.[4] Tidak terdapat perbedaan besar
antara jenis kelamin, tetapi badak Jawa betina ukuran tubuhnya dapat lebih besar. Badak
di Vietnam lebih kecil daripada di Jawa berdasarkan penelitian bukti melalui foto dan
pengukuran jejak kaki mereka..[18]
Seperti sepupunya di India, badak jawa memiliki satu cula (spesies lain memiliki dua
cula). Culanya adalah cula terkecil dari semua badak, biasanya lebih sedikit dari 20 cm
dengan yang terpanjang sepanjang 27 cm. Badak jawa jarang menggunakan culanya
untuk bertarung, tetapi menggunakannya untuk memindahkan lumpur di kubangan, untuk
menarik tanaman agar dapat dimakan, dan membuka jalan melalui vegetasi tebal. Badak
Jawa memiliki bibir panjang, atas dan tinggi yang membantunya mengambil makanan.
Gigi serinya panjang dan tajam; ketika badak jawa bertempur, mereka menggunakan gigi
ini. Di belakang gigi seri, enam gigi geraham panjang digunakan untuk mengunyah
tanaman kasar. Seperti semua badak, badak jawa memiliki penciuman dan pendengaran
yang baik tetapi memiliki pandangan mata yang buruk. Mereka diperkirakan hidup
selama 30 sampai 45 tahun.[18]
Kulitnya yang sedikit berbulu, berwarna abu-abu atau abu-abu-coklat membungkus
pundak, punggung dan pantat. Kulitnya memiliki pola mosaik alami yang menyebabkan
badak memiliki perisai. Pembungkus leher badak Jawa lebih kecil daripada badak india,
tetapi tetap membentuk bentuk pelana pada pundak. Karena risiko mengganggu spesies
terancam, badak jawa dipelajari melalui sampel kotoran dan kamera. Mereka jarang
ditemui, diamati atau diukur secara langsung.[19]

P
enyebaran dan habitat
Taman Nasional Ujung Kulon di Jawa adalah rumah untuk sisa badak Jawa yang masih
hidup.
Perkiraan yang paling optimistis memperkirakan bahwa lebih sedikit dari 100 badak Jawa
masih ada di alam bebas. Mereka dianggap sebagai mamalia yang paling terancam;
walaupun masih terdapat badak Sumatra yang tempat hidupnya tidak dilindungi seperti
badak Jawa, dan beberapa pelindung alam menganggap mereka memiliki risiko yang
lebih besar. Badak Jawa diketahui masih hidup di dua tempat, Taman Nasional Ujung
Kulon di ujung barat pulau Jawa dan Taman Nasional Cat Tien yang terletak sekitar 150
km sebelah utara Kota Ho Chi Minh.[9][20]
Binatang ini pernah menyebar dari Assam dan Benggala (tempat tinggal mereka akan
saling melengkapi antara badak Sumatra dan India di tempat tersebut[13]) ke arah timur
sampai Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, dan ke arah selatan di
semenanjung Malaya, serta pulau Sumatra, Jawa dan Kalimantan.[21] Badak Jawa hidup
di hutan hujan dataran rendah, rumput tinggi dan tempat tidur alang-alang yang banyak
dengan sungai, dataran banjir besar atau daerah basah dengan banyak kubangan lumpur.
Walaupun dalam sejarah badak jawa menyukai daerah rendah, subspesies di Vietnam
terdorong menuju tanah yang lebih tinggi (diatas 2.000 m), yang disebabkan oleh
gangguan dan perburuan oleh manusia.[11]
Tempat hidup badak jawa telah menyusut selama 3.000 tahun terakhir, dimulai sekitar
tahun 1000 SM, tempat hidup di utara badak ini meluas ke Tongkok, tetapi mulai
bergerak ke selatan secara kasar pada 0.5 km per tahun karena penetap manusia
meningkat di daerah itu.[22] Badak ini mulai punah di India pada dekade awal abad ke-
20.[13] Badak Jawa diburu sampai kepunahan di semenanjung Malaysia tahun 1932.[23]
Pada akhir perang Vietnam, badak Vietnam dipercaya punah sepanjang tanah utama
Asia. Pemburu lokal dan penebang hutan di Kamboja mengklaim melihat badak jawa di
Pegunungan Cardamom, tetapi survey pada daerah tersebut gagal menemukan bukti.[24]
Populasi badak Jawa juga mungkin ada di pulau Kalimantan, walaupun spesimen tersebut
mungkin merupakan badak Sumatra, populasi kecil yang masih hidup disana.[21]
[sunting] Sifat
Badak jawa adalah binatang tenang dengan pengecualian ketika mereka berkembang biak
dan apabila seekor inang mengasuh anaknya. Mereka terkadang akan berkerumun pada
kelompok kecil di tempat mencari mineral dan kubangan lumpur. Berkubang di lumpur
adalah sifat umum semua badak; aktivitas itu membuat mereka dapat menjaga suhu tubuh
dan membantu mencegah penyakit dan parasit. Badak jawa tidak menggali kubangan
lumpurnya sendiri dan lebih suka menggunakan kubangan binatang lainnya atau lubang
yang muncul secara alami, yang akan menggunakan culanya untuk memperbesar. Tempat
mencari mineral juga sangat penting karena nutrisi untuk badak diterima dari garam.
Wilayahi jantan lebih besar dibandingkan betina dengan besar wilayah jantan 12–20 km²
dan wilayah betina yang diperkirakan 3–14 km². Wilayah jantan lebih besar daripada
wilayah wanita. Tidak diketahui apakah terdapat pertempuran teritorial.[25]
Jantan menandai wilayah mereka dengan tumpukan kotoran dan percikan urin. Goresan
yang dibuat oleh kaki di tanah dan gulungan pohon muda juga digunakan untuk
komunikasi. Anggota spesies badak lainnya memiliki kebiasaan khas membuang air
besar pada tumpukan kotoran badak besar dan lalu menggoreskan kaki belakangnya pada
kotoran. Badak Sumatra dan Jawa ketika buang air besar di tumpukan, tidak melakukan
goresan. Adaptasi sifat ini diketahui secara ekologi; di hutan hujan Jawa dan Sumatera,
metode ini mungkin tidak berguna untuk menyebar bau.[25]
Badak jawa memiliki lebih sedikit suara daripada badak sumatra; sangat sedikit suara
badak jawa yang diketahui. Badak Jawa dewasa tidak memiliki musuh alami selain
manusia. Spesies ini, terutama sekali di Vietnam, adalah spesies yang melarikan diri ke
hutan ketika manusia mendekat sehingga sulit untuk meneliti badak.[5] Ketika manusia
terlalu dekat dengan badak jawa, badak itu akan menjadi agresif dan akan menyerang,
menikam dengan gigi serinya di rahang bawah sementara menikam keatas dengan
kepalanya.[25] Sifat anti-sosialnya mungkin merupakan adaptasi tekanan populasi; bukti
sejarah mengusulkan bahwa spesies ini pernah lebih berkelompok.[9]
[sunting] Makanan
Badak jawa adalah hewan herbivora dan makan bermacam-macam spesies tanaman,
terutama tunas, ranting, daun-daunan muda dan buah yang jatuh. Kebanyakan tumbuhan
disukai oleh spesies ini tumbuh di daerah yang terkena sinar matahari: pada pembukaan
hutan, semak-semak dan tipe vegetasi lainnya tanpa pohon besar. Badak menjatuhkan
pohon muda untuk mencapai makanannya dan mengambilnya dengan bibir atasnya yang
dapat memegang. Badak Jawa adalah pemakan yang paling dapat beradaptasi dari semua
spesies badak. Badak diperkirakan makan 50 kg makanan per hari. Seperti badak
Sumatra, badak ini memerlukan garam untuk makanannya. Tempat mencari mineral
umum tidak ada di Ujung Kulon, tetapi badak Jawa terlihat minum air laut untuk nutrisi
sama yang dibutuhkan.[18]
[sunting] Reproduksi
Sifat seksual badak Jawa sulit dipelajari karena spesies ini jarang diamati secara langsung
dan tidak ada kebun binatang yang memiliki spesimennya. Betina mencapai kematangan
seksual pada usia 3-4 tahun sementara kematangan seksual jantan pada umur 6.
Kemungkinan untuk hamil diperkirakan muncul pada periode 16-19 bulan. Interval
kelahiran spesies ini 4–5 tahun dan anaknya membuat berhenti pada waktu sekitar 2
tahun. Empat spesies badak lainnya memiliki sifat pasangan yang mirip.[25]
[sunting] Konservasi
Lukisan tahun 1861 menggambarkan perburuan badak Jawa.
Faktor utama berkurangnya populasi badak Jawa adalah perburuan untuk culanya,
masalah yang juga menyerang semua spesies badak. Cula badak menjadi komoditas
perdagangan di Tiongkok selama 2.000 tahun yang digunakan sebagai obat untuk
pengobatan tradisional Tiongkok. Secara historis kulitnya digunakan untuk membuat baju
baja tentara Tiongkok dan suku lokal di Vietnam percaya bahwa kulitnya dapat
digunakan sebagai penangkal racun untuk bisa ular.[26] Karena tempat hidup badak
mencakupi banyak daerah kemiskinan, sulit untuk penduduk tidak membunuh binatang
ini yang dapat dijual dengan harga tinggi.[22] Ketika Convention on International Trade in
Endangered Species of Wild Fauna and Flora pertama kali diberlakukan tahun 1975,
badak Jawa dimasukan kedalam perlindungan Appendix 1: semua perdagangan
internasional produk badak Jawa dianggap ilegal.[27] Survey pasar gelap cula badak telah
menentukan bahwa badak Asia memiliki harga sebesar $30.000 per kilogram, tiga kali
harga cula badak Afrika.[4]
Hilangnya habitat akibat pertanian juga menyebabkan berkurangnya populasi badak
Jawa, walaupun hal ini bukan lagi faktor signifikan karena badak hanya hidup di dua
taman nasional yang dilindungi. Memburuknya habitat telah menghalangi pemulihan
populasi badak yang merupakan korban perburuan untuk cula. Bahkan dengan semua
usaha konservasi, prospek keselamatan badak Jawa suram. Karena populasi mereka
tertutup di dua tempat kecil, mereka sangat rentan penyakit dan masalah
perkembangbiakan. Ahli genetika konservasi memperkirakan bahwa populasi 100 badak
perlu perlindungan pembagian genetika spesies.[20]
[sunting] Ujung Kulon
Semenanjung Ujung Kulon dihancurkan oleh letusan gunung Krakatau tahun 1883.
Badak Jawa mengkolonisasi kembali semenanjung itu setelah letusan, tetapi manusia
tidak pernah kembali pada jumlah yang besar, sehingga membuat sebuah tempat
berlindung.[20] Pada tahun 1931, karena badak Jawa berada di tepi kepunahan di Sumatra,
pemerintah Hindia-Belanda menyatakan bahwa badak merupakan spesies yang
dilindungi, dan masih tetap dilindungi sampai sekarang.[11] Pada tahun 1967 ketika sensus
badak dilakukan di Ujung Kulon, hanya 25 badak yang ada. Pada tahun 1980, populasi
badak bertambah, dan tetap ada pada populasi 50 sampai sekarang. Walaupun badak di
Ujung Kulon tidak memiliki musuh alami, mereka harus bersaing untuk memperebutkan
ruang dan sumber yang jarang dengan banteng liar dan tanaman Arenga[6] yang dapat
menyebabkan jumlah badak tetap berada dibawah kapasitas semenanjung.[28] Ujung
Kulon diurus oleh menteri Kehutanan Republik Indonesia.[11] Ditemukan paling sedikit
empat bayi badak Jawa pada tahun 2006.[29][30]
Foto induk Badak Jawa beserta bayinya, diperkirakan berumur sekitar 4 – 6 bulan,
berhasil diabadikan oleh tim WWF pada November 2007. Ketika difoto, bayi badak
tersebut sedang menyusu ibunya. Keberadaan badak tersebut diketahui ketika ditemukan
jejak badak berukuran 15/16 cm di sekitar daerah aliran sungai Citadahan pada tanggal
30 Oktober 2007. Hal ini merupakan kabar gembira karena membuktikan adanya
kelahiran badak baru di Ujung Kulon.[30]
Sumber: Strategi Konservasi Badak Indonesia - Dirjen PHPA Dephut RI.[31]
[sunting] Cat Tien
Sedikit anggota R.s. annamiticus yang tersisa hidup di Taman Nasional Cat Tien,
Vietnam. Badak ini pernah menyebar di Asia Tenggara, setelah perang Vietnam, badak
Jawa dianggap punah. Taktik digunakan pada pertempuran menyebabkan kerusakan
ekosistem daerah: penggunaan Napalm, herbisida dan defolian dari Agen Oranye,
pengeboman udara dan penggunaan ranjau darat. Perang juga membanjiri daerah dengan
senjata. Setelah perang, banyak penduduk desa miskin, yang sebelumnya menggunakan
metode seperti lubang perangkap, kini memiliki senjata mematikan yang menyebabkan
mereka menjadi pemburu badak yang efisien. Dugaan kepunahan subspesies mendapat
tantangan ketika pada tahun 1988, seorang pemburu menembak betina dewasa yang
menunjukan bahwa spesies ini berhasil selamat dari perang. Pada tahun 1989, ilmuwan
meneliti hutan Vietnam selatan untuk mencari bukti badak lain yang selamat. Jejak kaki
badak segar yang merupakan milik paling sedikit 15 badak ditemukan di sepanjang
sungai Dong Nai.[32] Karena badak, daerah tempat mereka tinggal menjadi bagian Taman
Nasional Cat Tien tahun 1992.[26]Populasi mereka dikhawatirkan berkurang di Vietnam,
dengan pelindung alam memperkirakan bahwa paling sedikit 308 badak yang mungkin
tanpa jantan selamat.[29][20][5][33]
[sunting] Di penangkaran
Tidak terdapat satupun badak Jawa di kebun binatang. Pada tahun 1800-an, paling sedikit
empat badak dipamerkan di Adelaide, Kolkata dan London. Paling sedikit 22 badak Jawa
telah didokumentasikan telah disimpan di penangkaran, dan mungkin bahwa jumlahnya
lebih besar karena spesies ini terkadang salah ditafsirkan dengan badak India.[34] Badak
Jawa tidak pernah ditangani dengan baik di penangkaran: badak tertua yang hidup hanya
mencapai usia 20 tahun, sekitar setengah dari usia yang dapat dicapai badak di alam
bebas. Badak Jawa terakhir yang ada di penangkaran mati di Kebun Binatang Adelaide,
Australia tahun 1907, tempat spesies tersebut sedikit diketahui karena telah ditunjukan
sebagai badak India.[18] Akibat dari program panjang dan mahal tahun 1980-an dan 1990-
an untuk mengembangbiakan badak Sumatra di kebun binatang gagal, usaha untuk
melindungi badak Jawa di kebun binatang tak dapat dipercaya.[4]
[sunting] Usaha persiapan habitat kedua
Badak Jawa yang hidup berkumpul di satu kawasan utama sangat rentan terhadap
kepunahan yang dapat diakibatkan oleh serangan penyakit, bencana alam seperti tsunami,
letusan gunung Krakatau, gempa bumi. Selain itu, badak ini juga kekurangan ruang
jelajah dan sumber akibat invasi langkap (arenga) dan kompetisi dengan banteng.
Penelitian awal WWF mengidentifikasi habitat yang cocok, aman dan relatif dekat adalah
Taman Nasional Halimun di Gunung Salak, Jawa Barat, yang dulu juga merupakan
habitat badak Jawa. Jika habitat kedua ditemukan, maka badak yang sehat, baik, dan
memenuhi kriteria di Ujung Kulon akan dikirim ke wilayah yang baru. Habitat ini juga
akan menjamin keamanan populasinya.[6]

Pengikut

download gratis

© Copyright by Badak Jawa | Template by BloggerTemplates | Blog Trick at Blog-HowToTricks